Maret 6, 2008

good interpersonal skills versus sikap penjilat, sebuah budaya kontradiktif dengan pemisah tipis…

Posted in ungkapan pikiran pada 9:48 pm oleh syofuan

jauh hari sebelum mengenal dunia kerja secara langsung, terbayang dalam benak ku, kedepannya karier kita akan sangat ditentukan oleh seberapa besar kontribusi yang kita berikan bagi perusahaan tempat kita benaung. kontribusi disini adalah kontribusi yang positif tentunya, sebagai kompensasi atas imbal-balik jasa yang selanjutnya kita sebut gaji, serta sebagai upaya untuk meningkatkan pencapain diri, dari hari ke hari.

setelah memasuki dunia nyata ini, ternyata kutemui banyak pembelokan serta muara yang berbeda dari imajinasi masa laluku. tidak semua yang kupikirkan dahulu salah, dan sebaliknya tidak sepenuhnya kutemui kenyataan mulus dilapangan yang membenarkan semua hipotesisku dahulu. semua berlabuh pada munculnya pertanyaan-pertanyaan seputar istilah interpersonal skill, tindakan pen-jilat-an, pembeda kutub positif dan negatif hati, serta sikap yang tepat untuk menghadapainya.

sebagai contoh kasus adalah komunikasi kita dengan teman-teman sejawat dan atasan. ada teramati dan indikasi pribadi bahwa beberapa personal bisa mendiami pos-pos strategis lebih dikarenakan komunikasinya yang baik, atau yang sering disebut anak-anak psikologi sebagai good interpersonal skills, khususnya kepada tokoh-tokoh sentral yang memiliki kuasa penuh di lingkungan tersebut.

pengalaman bersinggungan langsung dengan fenomena-fenomena tersebut, membawaku pada suatu posisi dilematis, semangat “ke-mahasiswa-an” yang menuntut kearah idealis, dan pengakuan kekalahan yang berujung pembenaran mahzab-mahzab baru dunia hati.

Hati Nurani

sejujurnya aku sendiri belum bisa membedakan apakah ini (good interpersonal skills) adalah sifat positif dari dalam diri yang perlu kita pupuk dan kembangan, ataukah hanyalah merupakan muka baru dari penyakit lama manusia, penjilat, yang setidaknya telah hadir hampir bersamaan dengan kebudayaan tertua muka bumi.

istilah “good interpersonal skills” sendiri belum dapat aku resapi maknanya secara gamblang, tapi setidaknya bayangan mengenai cara berkomunikasi yang optimal, serta metode pribadi untuk menciptakan hubungan baik serta image bahwa kita adalah “orang baik” dan “berpotensi”, telah muncul dibenakku. tetapi, tantangannya adalah, apakah hal-hal baik tersebut harus didapatkan dengan cara berpura-pura atau dengan ucapan-ucapan manis yang menurut beberapa orang termasuk dalam mahzab “asal bapak senang” ????

tidak … tidak … tidak seperti itu seharusnya. menurut hematku sebagai seseorang yang berpikiran cukup logis dan sederhana (setidaknya itulah yang ku punya dari sekian lama menimba pengalaman), sikap- sikap terpuji seperti menjalin hubungan yang baik antar sesama tidaklah harus membeda-bedakan yang mana atasan dan yang mana bawahan. memang benar jika kita harus hormat dan sopan, wabil khusus terhadap atasan, tetapi tidaklah dibenarkan jika hal yang sama tidak kita lakukan terhadap orang-orang yang nota bene posisinya dibawah kita.

perlakuan yang sama rata akan mengindikasikan bahwa kita tidak pilih-pilih, atau dapat juga dikatakan bahwa kita tidak berpedomankan mahzab “asal bapak senang” tadi dan juga bukan bagian dari kaum “penjilat”. sikap mental seperti inilah yang selayaknya kita tiru serta kita kembangakan demi kemajuan bersama, dan setidaknya inilah salah satu gambaran nyata frasa good interpersonal skills yang benar.

masih banyak cara mulia yang dapat kita tempuh untuk menciptakan hubungan harmonis dalam lingkup familia pekerjaan, tanpa harus terjebak pada dunia pen-jilat-an, yang tidak hanya dilarang agama tetapi juga di benci manusia. tindakan moral dasar yang bisa dilakukan untuk meningkatakan kemampuan antar-pribadi (interpersonal skills) antara lain adalah memulainya dengan budaya senyum yang telah diajarkan Rasullullah, hingga ke menjaga kesucian hati dalam berpikir, berkata, serta bertindak.

8 Komentar »

  1. arya said,

    Sabar ya bozz…

    Tunjukkan kalau kita bisa jadi enggineer sejati tanpa menjilat. Engineer bukanlah penjilat. Engineer bekerja tidak dengan mulut tapi dengan pikiran yang inovatif…

    Bedanya penjilat dengan engineer apa hayoo???
    Pernjilat hanya berpikir untuk mengenyangkan perut sendiri, tapi kalo engineer berpikir untuk kemajuan bersama baik itu perusahaan, bangsa n negara!!!
    Ha3x…

  2. Desi said,

    Setuju!!!!!!!!!!!!!!!!hidup arya….

    betul2 emang jilat pake mulut ya ar? setahu ku pake lidah….(ha…ha)

    ga enak jilat enak nya di emut aja….

    wushhh… apaan coba?

    buat wawan———>blog baru ku lebenengel.blogdrive.com

  3. syofuan said,

    to aryo -> yups..berkat semangat dan dukungan kangmas aryo, insyaallah apa se yang ga bisa??? hehehehehe…btw, wejangannya kuereeen banget bro…tengkyu…

    to desi -> twing??? diemut???mikirin apaan hayo???
    hehehehehehe…. iye.. asap aye berkunjung ke blog ente…

  4. Candidaec said,

    favorited this one, brother

  5. alfaroby said,

    bener banget tuh,
    aku setuju…. kita terkadang menghalalkan segal cara, termasuk juga dengan menjilad, berbaut biadab…
    mari kita bekerja dengan hati….
    bekerja adalah ibadah….

    salam untuk anda yang sedang menunaikan tugas yang mulia

  6. herry soe said,

    thank’s ilmunya InsyaALLAH bermanfaat..

  7. romy said,

    kta” yg bgus ..
    menjadsi motifasi untuk smua .termsk sya …

  8. Agussariadi said,

    Dilema Sebuah IDEALISME tentunya dirasakan oleh semua kalangan profesionall termasuk Engineer. Begitu kerasnya dunia kerja seorang Engineer sehingga ia harus mampu menjaga kestabilan Idealismenya walupun pada kondisi kritis sekalipun.Dalam mendesain suatu konstruksi, kita masih menggunakan Safety Factor. Maka secara filasafatnya SF tersebut jga berlaku bagi sang Engineer, seberapa besar SF yg kita sediakan untuk Idealisme diri kita,hanya kita yang menentukan.


Tinggalkan Balasan ke alfaroby Batalkan balasan